Medialabuanbajo.com,- Di tengah keterbatasan lahan pertanian dan air yang terbatas, Petani Milenial Muda Muda Berkarya Desa Batu Cermin sukses kembangkan pertanian hidroponik dengan budidaya selada keriting.
Inovasi tumbuh dari tangan para pemuda, yang menjawab tantangan pangan dan iklim melalui budidaya hidroponik. Program ini dirancang untuk menjawab dua tantangan sekaligus yakni ketahanan pangan di wilayah perkotaan dan mengoptimalkan pemanfaatan lahan terbatas.
Program pertanian modern ini menjadi langkah nyata dalam membuka peluang usaha baru bagi masyarakat sekaligus memperkenalkan praktik pertanian ramah lingkungan.
Budi daya selada keriting menjadi pilihan utama dalam metode tanam tanpa tanah ini, yang hanya mengandalkan air bernutrisi sebagai media tumbuh.
Ketua Petani Milenial Muda Berkarya, Fransiska Roveinita menjelaskan kelompok ini terbentuk berawal dari beberapa NGO yang mendampingi dan memberikan pelatihan kepada anak muda di Desa Batu Cermin.
“Kami dikasih edukasi, harus bisa berusaha dan berdiri sendiri di Desa. Bagaimana kearifan, kreatifitas orang muda Desa Batu Cermin, untuk melakukan suatu karya nyata kemajuan ekonomi desa” katanya.
Para pemuda di Desa Batu Cermin memikirkan secara matang, untuk membuat usaha yang berkelanjutan. Mereka akhirnya memutuskan untuk memilih budidaya pertanian hidroponik.
Setelah itu mereka melakukan negosiasi dengan pemerintah desa. Baik soal keberadaan kelompok muda maupun tawaran program yang ingin dilakukan.
“Kami sangat bersyukur, pemerintah desa meresponnya dengan baik. Mereka memberikan dukungan untuk kami, berupa dana hibah untuk pemberdayaan masyarakat desa” ujarnya.
“Dengan bantuan itu, kami tinggal eksekusi. Karena mendapat dukungan penuh dari pemerintah desa, baik dari Pa Kades maupun Ibu Dewy” tambah dia.
Sebelum memutuskan pertanian hidroponik, Petani Milenial Muda Berkarya melihat situasi lahan pertanian dan kondisi debit air di wilayah Desa Batu Cermin.
Setelah itu melakukan survei di sektor pariwisata di Labuan Bajo, terkait jenis sayur mayur yang dibutuhkan dan standar kualitasnya.
Menurutnya, memilih hidroponik, karena itu merupakan salah satu pertanian modern yang tidak menyusahkan orang muda.
Melalui metode hidroponik, mereka dapat menanam selada berkualitas premium tanpa bergantung pada lahan luas. Hasil panen ini memiliki nilai jual tinggi dan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani serta membuka akses pasar baru.
Menurutnya, pertanian hidroponik tidak hanya meningkatkan produksi pangan, tetapi juga menjadi bentuk adaptasi terhadap keterbatasan lahan dan tantangan perubahan iklim.
Pertanian hidroponik juga merupakan salah satu upaya Patani Milenial Muda Desa Batu Cermin untuk mendukung pariwisata Labuan Bajo.
“Kami membangun pertanian hidroponik supaya ke depannya, bisa dijadikan agrowisata dan itu sudah berjalan saat ini. Sekarang sudah banyak yang datang berkunjung untuk melakukan eduwisata ke green house tersebut” katanya.
Tidak hanya budidaya sayur selada kriting melalui pertanian hidroponik, Petani Muda Milenial Muda Desa Batu Cermin juga bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk pemasaran hasil pertanian.
“Kami sudah punya pelanggan, seperti kapal wisata, pelaku UMKM, Roxy Grup, dan yang paling banyak sekrang adalah kerja sama dengan dapur MBG, itu yang bisa meningkatkan perekonomian kami” katanya.
Fransiska berharap, kegiatan yang dilakukan oleh Petani Milenial Muda Desa Batu Cermin mampu memberikan edukasi untuk seluruh pemuda, baik di Desa Batu Cermin maupun di tempat lain.
Ia berharap, para pemuda harus mampu menciptakan lapangan kerja sendiri di tengah persaingan yang sangat ketat untuk mencari lapangan pekerjaan.
“Harapan saya, khusunya untuk orang muda, mari kita ciptakan lapangan pekerjaan untuk kita sendiri dan orang lain. Harus pintar melihat peluang di Labuan Bajo” ujarnya.
“Di tengah susahnya mencari lapangan kerja, kita mesti berusaha dan membagun usaha kecil seperti hidroponik, karena efisiensi, hemat lahan, sistem perawatan lebih mudah dan ramah lingkungan. Jadikan pertanian untuk bisnis dan investasi di masa mendatang” tambah dia.
Fransiskan juga menyampaikan terima kasih atas segala suport, motifasi, edukasi dan dedikasi dari Pemerintah Desa Batu Cermin, khususnya Kepala Desa Batu Cermin, Marianus Yono Jehanu.
“Kami sangat berterima kasih karena hasi dedikasi dan edukasi dari Bapak Kades, sehingga kami semua bisa berhasil dan berdiri di atas kaki kami sendiri, menciptakan lapangan pekerjaan untuk kami sendiri dan orang lain” tutupnya.
Kepala Desa Batu Cermin, Marianus Yono Jehanu mengakui, inisiatif ini lahir dari usulan pemuda desa pada Musyawarah Desa 2024.
Pemerintah desa merespons cepat dengan mengarahkan Dana Desa untuk mendukung program tersebut.
“Kami tidak hanya bicara teknologi, tapi juga memberdayakan pemuda untuk membangun masa depan desa. Ini bukan sekadar produksi pangan, tapi soal kemandirian dan perubahan,” katanya.
Yono menjelaskan, Desa Batu Cermin berpenduduk 6.924 jiwa. Sebagian besar warganya bekerja sebagai pegawai negeri dan swasta, sementara hanya sebagian kecil yang masih bertani secara konvensional. Curah hujan yang tidak menentu dan minimnya sumber air menyebabkan pertanian tradisional sulit berkembang.
“Kami berada di wilayah yang curah hujan tidak menentu dan minim sumber air, sehingga pertanian konvensional tidak optimal” katanya.
Sehingga, pertanian hidroponik menjadi salah satu solusi untuk menjawab tantangan tersebut.
Langkah Awal dan Hasil Menjanjikan
Pada 2024, sebanyak enam petani milenial memulai budi daya hidroponik selada keriting dengan dukungan Dana Desa sebesar Rp36 juta. Mereka membangun satu tenda pembibitan dan dua tenda produksi.
Dalam setahun, hasil panen dijual ke hotel, restoran, kapal wisata, pasar tradisional, dan masyarakat lokal, menghasilkan omzet Rp54 juta.
Melihat tingginya permintaan, Pemerintah Desa Batu Cermin mengalokasikan Rp258 juta dari Dana Desa 2025, atau sekitar 20 persen dari total dana ketahanan pangan, melalui Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Mitra Bersama Batu Cermin. Tahun ini, tenda produksi bertambah menjadi 20 unit dan melibatkan 14 petani milenial.
“Dari Desa Batu Cermin, kami memulai langkah kecil yang berdampak besar. Ketahanan pangan bisa dibangun dari desa, oleh desa, untuk desa,” kata Yono.
Namun, ia tidak menampik adanya tantangan seperti keterbatasan air musiman, dominasi sistem tadah hujan, serta mindset masyarakat dan kompetisi dengan produk pangan dari luar daerah.
Yono menegaskan bahwa pemerintah desa berkomitmen memberikan dukungan melalui pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi akses pasar bagi kelompok tani yang memiliki semangat wirausaha di bidang pertanian modern.















