Medialabuanbajo.com,- Seorang oknum polisi di Polres Timur Tengah Selatan (TTS) berinisial NRB mendapatkan promosi jabatan sebagai Kepala Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Kasat Tahti). Padahal Mantan Kapolsek Kuanfatu itu diduga telah menghamili perempuan penyandang disabilitas dan memaksanya melakukan aborsi.
Hal itupun mendapat sorotan dari sejumlah pihak, salah satunya Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Timur (NTT). Keputusan ini dinilai sebagai bentuk pembiaran serius dari institusi Polri.
Ketua LPA NTT, Veronika Ata, SH, M.Hum, menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar isu moral, melainkan pelanggaran berat terhadap etika jabatan, hukum, dan nilai-nilai kemanusiaan.
“Ini tindakan tercela. Seorang aparat yang seharusnya menjadi pelindung hukum justru menggunakan jabatannya untuk memperdayai warga yang lemah. Fakta bahwa dia tidak dihukum, malah dipromosikan, adalah tamparan keras bagi rasa keadilan masyarakat,” ujar Veronika.
Ia menilai, promosi terhadap terduga pelaku menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan penegakan disiplin di internal Polri.
“Ini bentuk pembiaran yang sangat berbahaya. Polri tidak boleh menutup mata. Promosi terhadap pelaku yang punya catatan pelanggaran etik adalah penghinaan terhadap nilai keadilan,” tegasnya.
Menurut LPA NTT, kasus ini menggambarkan jelas adanya penyalahgunaan relasi kuasa, di mana aparat menggunakan posisi untuk menekan korban yang kondisinya sangat rentan.
“Apalagi korban adalah penyandang disabilitas dan yatim piatu, seharusnya mendapat perlindungan khusus dari negara, bukan justru mengalami reviktimisasi,” tambah Veronika.
LPA NTT mendesak Mabes Polri mengevaluasi total keputusan promosi tersebut dan memastikan proses hukum yang transparan, akuntabel, dan berpihak kepada korban. (*)















