Hukrim  

Misteri Kematian Prada Yansen, Keluarga Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Medialabuanbajo.com,- Misteri kematian  Prada Yenjelmus Valeri Vatman alias Yansen, asal Desa Benteng Riwu, Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur-NTT,  kini ramai di perbicangkan.

Prada Yansen merupakan anggota TNI AD yang bertugas di Yonif 744/Satya Yudha Bhakti, Atambua, Kabupaten Belu, Provinsi NTT.

Pada berita sebelumnya Prada Yansen tewas sekitar pukul 01.30 Wita, 15 September 2024 lalu, saat perjalanan pulang ke barak, dia ditabrak saat buang air kecil di pinggir jalan.

Informasinya kejadian itu berawal pada Minggu 15 September 2024 sekitar pukul 19.00 Wita, Prada Yansen melakukan izin bermalam ke Kota Atambua. Sekitar pukul 01.00 Wita, anggota yang bertugas di Yonif 744/SYB itu, pulang ke markasnya.

Saat tiba di lokasi kejadian, Prada Yansen berhenti dan memarkirkan sepeda motornya di pinggir jalan raya untuk membuang air kecil.

Tak lama kemudian, datang sepeda motor tanpa lampu yang dikendarai tiga pemuda mabuk, dengan kecepatan tinggi langsung menabrak Prada Yansen hingga tewas di lokasi kejadian.

Tiga pelaku penabrakan tersebut sempat diamankan untuk proses hukum dan demi menghindar dari amukan rekan-rekan Yansen.

Kasus Kembali Mencuat

Kasus kematian Prada Yansen kembali mencuat dan bahan perbincangan publik, setelah terungkap dalam persidangan kematian Prada Lucky yang dianiaya seniornya.

Prada Lucky meninggal dunia pada Rabu 6 Agustus 2025 setelah diduga dianiaya para seniornya mulai disidangkan. Sejumlah fakta terungkap ke publik dari persidangan yang ditayangkan secara live oleh beberapa media.

Sebanyak 22 anggota TNI Yonif TP/834/WM yang menjadi saksi sekaligus terdakwa dalam kasus pembunuhan keji ini.

Ibunda Prada Lucky, Sepriana Paulina Mirpey sontak mengagetkan publik dengan nama Singajuru. Usai persidangan Sepriana dengan lantang mengatakan bahwa Singajuru adalah sebelumnya dalang pembunuhan.

“Singajuru itu buat kasus di Atambua, tapi ditutupi pindahkan dia, dia kena karma sekarang di Nagekeo, karena mungkin karena jabatan, dari keluarga ini, dia dilindungi. Tapi di Atambua itu dia dalangnya kematian Prada orang Flores tu,” ungkap Sepriana dalam video amatir yang dilansir, Kamis 30 Oktober 2025.

Keluarga Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Setelah misteri kematian Prada Yansen kembali mencuat ke publik, keluarga korban pun akhirnya buka suara dan mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus itu.

Serangkaian kejanggalan membuat keluarga meyakini kematian Yansen bukan kecelakaan biasa, melainkan ada unsur kekerasan yang sengaja ditutupi.

Keluarga Prada Yansen, Eryk Susen menjelaskan pertama kali mendengar kabar soal keadaan Prada Yansen sekitar pukul 01.30 Wita, 15 September 2025. Saat itu ia dihubungi oleh salah seorang Anggota TNI dari Yonif 744/Satya Yudha Bhakti, Atambua.

“Awal pembicaraan kami itu, dia mengaku Yansen mengalami kecelakaan, dan nyawanya tidak tertolong lagi. Mendegar hal itu, saya langsung menutup telepon dan memberitahukan kepada keluarga bahwa Yansen sudah meninggal” katanya kepada Medialabuanbajo, Senin 3 November 2025, pagi.

Beberapa saat kemudian, mereka kembali menghubungi Eryk dan mengatakan setelah divisum, jenazah Yansen langsung di kemas  dalam peti, supaya langsung diantar ke Manggarai.

Karena dalam suasana duka, keluarga tidak berpikir panjang dan berspekulasi soal kematian Prada Yansen. Mereka langsung percaya bahwa Yansen meninggal karena kecelakaan.

Setelah itu, jasad Yansen diberangkatkan dari Atambua menuju Kupang. Kebetulan saat itu adik perempuan Prada Yansen bernama Kevin sedang kuliah di  Kupang.

Sehingga Kevin yang ikut mengantar jasad Yansen bersama 3 orang anggota TNI, salah satunya seorang Perwira, yang antar dari Kupang, transit di Bali dan menuju Bandara Komodo, Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat.

“Saat itu mereka menyerahkan Handphone milik Yansen ke adik perempuannya. Tetapi keesokan harinya, dalam perjalanan dari Bali ke Labuan Bajo, salah satu Anggota TNI mengambil kembali HP dari tangan adik Yansen, dengan alasan untuk penyelidikan” jelas Eryk.

Saat jasad Yansen sampai di kampung halaman, Desa Benteng Riwu dilakukan penyerahan jenazah dari satuan kepada keluarga.

Saat itu, Anggota yang mengantar Jasad Yansen kembali menerangkan bahwa Yansen meninggal murni karena kecelakaan.

Namun keluarga tidak percaya begitu saja, mereka sempat curiga kalau Yansen meninggal bukan karena kecelakaan, setelah melihat kondisi jasad Yansen.

Di leher ada bekas lilitan seperti tali, di pelipis ada luka parah. Lidahnya juga menjulur keluar, menurut Eryk itu tanda orang dicekik. Ia menduga, sebelum meninggal, Yansen sempat dianiaya.

Jasad Yansen sempat bersemayam di rumah duka selama satu malam, esoknya diantarkan ke RSUD Ruteng untuk otopsi. Eryk bersama keluarga lainnya ikut menyaksikan otopsi jasad Yansen.

“Karena merasa curiga, keluarga bersepakat untuk melakukan otopsi terhadap jasad Yansen. Tetapi dokternya waktu itu yang meminta untuk didatangkan dari kesatuannya mereka. Mereka sendiri yang mencari dokter dan mereka yang menanggung semua biaya otopsi” ungkapnya.

Mirisnya, setelah otopsi dilakukan, hasilnya tidak pernah diberitahukan kepada keluarga Prada Yansen.

“Tetapi sampai sekarang, kami sebagai keluarga tidak pernah mengetahui hasil otopsinya” ujar dia.

Eryk juga mengungkapkan, sebelum meninggal, Yansen sempat memberi isyarat soal situasi di satuannya.

“Waktu dia cuti seminggu di Kupang, dia tinggal di kos bersama teman-temannya yang masih kuliah. Ia pernah bilang, ‘Kalau kami meninggal, itu bukan karena apa-apa, tapi karena senior” katanya.

Selain itu, Eryk juga mengaku sempat dihubungi oleh salah satu Polisi dari Polres Belu, yang menangani kasus kematian Prada Yansen.

“Sempat ada salah satu polisi dari sana (Atambua) yang mengaku mengusut kasus ini, bahwa HandPhone sudah diserahkan ke Polisi tetapi HP itu sudah direset kembali” katanya.

Polisi itu menginformasikan kepada Eryk bahwa kematian Yansen bukan lagi kecelakaan, tetapi mengarah ke pembunuhan berencana. Tetapi Jaksa menolak berkas yang diajukan Polres Belu. Namun kini, polisi itu tidak lagi memberikan kabar soal perkembangan kasus tersebut.

Eryk sangat berharap kasus itu diusut kembali, karena hingga kini pihak keluarga masih menunggu kejelasan soal perkembangan penanganan kasus tersebut.

“Harapannya ada orang baik yg mau membantu supaya usut tuntas kasus ini, terus terang kami dari keluarga yang kurang mampu. Kami hanya bisa percaya pada keadilan Tuhan dan berharap negara juga bisa memberi keadilan bagi anak bangsa seperti Yansen,” harapnya.

Sejumlah Kejanggalan Kematian Prada Yansen

Dirangkum dari berbagai sumber, terdapat sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus kematian Brada Yansen.

Pertama, saat Jasad Yansen ditemukan, petugas Polantas dari Polres Belu yang datang ke tempat kejadian perkara (TKP) tidak bisa melakukan olah TKP karena menghadapi massa dari batalyon, tempat Brada Yansen bertugas.

Evakuasi jenazah dilakukan tanpa olah TKP, padahal itu langkah penting dalam penyelidikan.

Kedua, HP milik almarhum diamankan oleh anggota intel, bukan diserahkan kepada pihak berwenang atau keluarga. Hp itu sempat diberikan kepada adik korban, namun diambil kembali untuk alasan penyelidikan. Saat diserahkan kepada Polisi, HP itu sudah direset, diduga untuk menghilangkan jejak digital.

Ketiga, beberapa pemuda yang kebetulan berada di sekitar lokasi dijemput paksa, dipukuli, dan dituduh sebagai pelaku, padahal mereka tidak bersalah. Polisi akhirnya menolak menerima mereka karena tindakan itu jelas ilegal dan melanggar hukum.

Keempat, beberapa orang pemuda yang yang sempat diamankan, kemudian dikembalikan ke keluarga dengan permintaan maaf adat.

Kelima, kasus kematian Prada Yansen langsung tenggelam tanpa saksi dan tanpa pelaku yang jelas.

Keenam,  luka di tubuh jasad Prada Yansen tidak menyerupai luka kecelakaan biasa, melainkan bekas pukulan dan memar di area kepala dan tubuh.

Ketujuh, hasil otopsi jasad Prada Yansen yang dilakukan di RSUD Ruteng tidak pernah diberikan kepada pihak keluarga. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *