Berita  

Uskup Labuan Bajo Minta Pemerintah Junjung Tinggi Etika Ekologis demi Generasi Mendatang

Medialabuanbajo.com,- Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus mengajak para pengambil kebijakan, pelaku usaha, dan pemilik modal untuk meninjau kembali setiap keputusan yang berpeluang mengancam lingkungan dan ruang hidup bersama, serta menjunjung etika ekologis demi generasi mendatang (lih. Laudato Si‘, art. 159).

Hal itu disampaikan dalam Surat Gembala Natal 2025: “Kristus, Kesukaan Besar, Berjalan Bersama Kita” (Lukas 2:10).

Berikut isi Surat Gembala Uskup Labuan Bajo:

Para imam, biarawan-biarawati, dan seluruh umat beriman Keuskupan Labuan Bajo yang terkasih!

Kelahiran Kristus, Sang Juru Selamat, sudah di ambang pintu. Kita telah menempuh hampir seluruh masa Adven-masa penantian yang mendidik hati dan memurnikan harapan. Dengan keyakinan mendalam, saya menyampaikan pesan Natal ini: Kristus adalah kesukaan terbesar bagi semesta. Allah hadir dan berjalan bersama kita. Inilah kabar teragung sepanjang sejarah manusia. Natal bukan sekadar peringatan tahunan, melainkan peristiwa ilahi yang selalu baru-terang penebusan dan sumber kesukaan besar dalam perjalanan hidup kita (lih. Luk. 2:10). Dalam kelahiran Yesus, Allah mendekat. Ia tidak lelah menjumpai manusia dan tinggal di tengah kerapuhan kita. Inilah inti iman Kristiani (lih. Gaudium et Spes, art. 22).

Saudara-saudari terkasih!

Pada kesempatan menyambut Natal ini, saya ingin membagikan permenungan atas kilas balik perjalanan bersama kita sepanjang Tahun 2025.

Pertama, Gereja sebagai Perjumpaan yang Menghidupkan

Sepanjang tahun ini saya mengunjungi paroki-paroki dan sejumlah stasi di Keuskupan Labuan Bajo. Saya berjumpa dengan banyak wajah. Mendengar banyak kisah. Satu pesan terasa kuat: perjumpaan adalah jantung hidup Gereja. Dalam tatap muka yang sederhana dan percakapan yang jujur, tampak kerinduan umat akan Gereja sebagai rumah bersama-tempat orang merasa diterima, dipertemukan dengan sesama dan dengan Allah.

Setiap perjumpaan sejati adalah “Natal yang terus berulang.” Melalui liturgi dan sakramen, melalui persaudaraan dan kepedulian, Allah menyapa kita. Inilah yang oleh Paus Fransiskus disebut budaya perjumpaan, spiritualitas berjalan bersama (Evangelii Gaudium, art. 220).

Kedua, Gereja Sinodal, Solid, dan Solider

Keuskupan Labuan Bajo melangkah dengan visi menjadi Gereja yang sinodal, solid, dan solider. Sinodalitas bukan konsep abstrak, melainkan cara hidup Gereja: berjalan bersama sebagai umat Allah, saling mendengarkan, dan memberi ruang bagi suara yang kecil dan lemah (lih. Dokumen Sinode tentang Sinodalitas, 2021-2024).

Budaya Manggarai memberi fondasi yang kaya melalui tradisi musyawarah, solidaritas kampung, serta pandangan holistik tentang tanah dan alam sebagai bagian dari kehidupan bersama. Dari sini tumbuh Gereja yang solid – sehati dan kompak – serta Gereja yang solider, berbela rasa dan setia kawan. Kita juga menegaskan kembali panggilan untuk berjalan bersama ciptaan, merawat bumi sebagai rumah bersama (lih. Laudato Si‘, art. 1).

Ketiga, Iman yang Bekerja Melalui Kasih dan Tata Kelola

Dalam kunjungan pastoral, saya menyaksikan tanda-tanda yang menggembirakan: tanggung jawab umat yang bertumbuh, partisipasi yang semakin hidup, pembangunan kapela dan gereja, kesetiaan dalam karya pastoral, serta pelayanan karitatif yang tulus. Semua ini menandakan iman yang hidup-iman yang bekerja melalui kasih (lih. Gal. 5:6), dibimbing oleh Roh Kudus.

Tahun 2025 kita jalani sebagai Tahun Pastoral Tata Kelola Partisipatif. Bagi keuskupan yang masih muda, tata kelola yang baik adalah fondasi penting. Ini bukan sekadar urusan administratif, melainkan ungkapan tanggung jawab moral dalam pengelolaan aset, ketenagaan, dan pelayanan pastoral. Kita ingin membangun Gereja yang tertata, transparan, dan dapat dipercaya, sejalan dengan ajaran sosial Gereja tentang kebaikan bersama dan tanggung jawab (Compendium of the Social Doctrine of the Church).

Keempat, Tanda Zaman dan Tanggung Jawab Profetis

Konteks sosial kita penuh tantangan. Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2025, dalam semangat Yubileum Pengharapan, mengajak kita tidak hanya melihat, tetapi bertindak. Beberapa persoalan mendesak perlu terus disuarakan: eksploitasi sumber daya alam termasuk energi geothermal yang mengabaikan martabat manusia dan keutuhan ciptaan; perdagangan manusia dalam lanskap pariwisata; ancaman privatisasi ruang publik dan ekologi Labuan Bajo; serta tuntutan agar pariwisata bertumpu pada keberlanjutan dan keadilan sosial. Gereja tidak boleh diam. Iman selalu memiliki dimensi sosial dan menuntut keberanian profetis (lih. Evangelii Gaudium, art. 183–185).

Kelima, Gereja Ramah Anak, Keluarga, dan Mereka yang Rapuh

Seorang anak Sekami pernah berkata kepada saya bahwa ia rindu orang tuanya lebih sering mengajaknya ke Gereja. Ungkapan sederhana ini menegaskan kembali peran keluarga sebagai Gereja rumah tangga, tempat pertama pendidikan iman (lih. Amoris Laetitia, art. 287). Komitmen sebagai Keuskupan Ramah Anak sejalan dengan Nota Pastoral Natal KWI–PGI 2025: iman diwariskan melalui kasih dan keteladanan dalam keluarga.

Natal juga membawa kita kepada mereka yang sakit, berduka, dan hidup dalam kesulitan. Justru di sanalah cahaya Natal bersinar paling terang. Yesus lahir dalam kesederhanaan dan kerapuhan; tidak ada kegelapan yang mampu menghalangi terang-Nya (lih. Yoh. 1:5).

Saudara-saudari terkasih!

Sebagai ajakan penutup, saya ingin menegaskan kembali beberapa hal berikut ini. Pertama, kepada seluruh umat, para imam, biarawan/ti: teruslah membangun budaya berjalan bersama, merawat kekompakan iman, dan menghidupkan kesetiakawanan. Kedua, berkaitan dengan Labuan Bajo sebagai daerah pariwisata: keberlanjutan lingkungan adalah syarat mutlak.

Saya mengajak para pengambil kebijakan, pelaku usaha, dan pemilik modal untuk meninjau kembali setiap keputusan yang berpeluang mengancam lingkungan dan ruang hidup bersama, serta menjunjung etika ekologis demi generasi mendatang (lih. Laudato Si‘, art. 159).

Akhirnya, saudara-saudari terkasih, semoga Natal 2025 menjadi saat kita kembali disapa oleh Allah yang mendekat, mempersatukan, dan mengutus kita membawa pengharapan. Saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan umat dan kerja kolaboratif dengan berbagai pihak sepanjang Tahun 2025.

Saya, atas nama para pelayana pastoral, dengan rendah hati, memohon maaf bagi setiap orang yang terluka akibat sikap dan pelayanan kami semua.

Kiranya Kristus – kesukaan besar itu – berjalan bersama kita, menerangi dunia yang kita cintai, menguatkan Gereja kita, dan menuntun Keuskupan Labuan Bajo memasuki Tahun 2026 sebagai Tahun Persekutuan Sinergis.

Selamat Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.

Labuan Bajo, 18 Desember 2025

Tuhan memberkati

Saudaramu,

 

Mgr. Maksimus Regus

(Uskup Labuan Bajo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *