Medialabuanbajo.com,- Sebuah video berdurasi 0,55 detik viral di media sosial. Video tersebut memperlihatkan seorang pria berinisial AS yang sedang mencekik seorang perempuan berinisial J, bahkan hingga menyentuh bagian sensitif perempuan paruh baya itu.
Kejadian itu disaksikan oleh seorang perempuan berinisial A yang diketahui merupakan istri pria tersebut, dan seorang anak kecil.
Video itu pertama kali diunggah oleh akun Facebook Bang Obeth, “Semoga dapat diselesaikan dengan baik” tulis keterangan dalam unggahan itu.
Postingan itupun mendapatkan banyak tanggapan dari warganet. Mereka menilai hal itu merupakan bentuk pelecehan terhadap perempuan.
“Terlepas dari salah satau benar, tapi coba perhatikan tangannya bapak itu, sudah bagian dari pelecahan” tulis akun Octavianey.
“Mencuri adalah hal yang tidak baik, tetapi kelakuan kamu itu mas sangat tdk baik, hampir dia punya baju terlepas, jika itu sampe terjadi, bayar harga dirinya kau tanggung. Boleh kau tangkap dia, boleh kau laporin dia ke pihak berwajib itu hakmu, krena posisi dia bersalah, tetapi yang kamu lakukan ini sangat menyakitkan, apa salahnya jika kamu tangkap baik-baik saja dan tlfn polisi” tanggap akun The Voje.
“Cara dia pegang itu anak perempuan terlihat melecehkan kalaupun tidak sengaja, saya pikir tidak wajar cara pegang begitu kecuali sesama perempuan, harusnya cukup tangan saja, terlepas anak itu salah atau tidaknya” tulis akun Facebook Buri.
“Harusnya bicara baik-baik, bukan memperlakukan seperti di video ini terlihat tidak pantas. Jika dia benar-benar melakukan kesalahan, pasti ada solusinya, baik proses hukum. Tetapi bukan cara seperti ini. Tolong, semua ada prosesnya. Saya sebagai Perempuan merasa sedih dan kecewa atas perlakuannya” tulis akun Angsi Alfonsia.
Kronologi
Berdasarkan informasi yang dihimpun Medialabuanbajo, peristiwa nahas itu bermula saat J melamar bekerja di warung milik AS dan A, pada Sabtu lalu. Saat itu J mengaku berasal dari Lembor, Kabupaten Manggarai Barat dan mengenakan Jilbab, padahal ia sebenarnya beragama Katholik.
A menjelaskan bahwa, saat melamar kerja, J mengaku tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) karena baru lulus SMP, dan juga mengaku belum pernah bekerja sebelumnya.
J juga mengaku sangat membutuhkan pekerjaan, karena neneknya sudah meninggal dunia. Sebelumnya ia tinggal bersama neneknya.
Karena merasa kasihan, A akhirnya menerima J untuk bekerja di warung makan tersebut, kebetulan A sedang membutuhkan karyawan.
A kemudian memberikan pakaian kepada J, karena pakaian yang ia kenakan saat itu lusuh, selain itu jilbab dan tas.
Peristiwa nahas itu bermula saat J, yang ditempatkan di salah satu cabang warung di Gang Pengadilan, kabur sekitar pukul 18.00 wita. Setelah dicek, beberapa barang dilaporkan hilang, yakni HP; Uang dari Celengan milik anak dan karyawan; dan sejumlah pakaian.
Bahkan, ditemukan rekaman video di ponsel yang dicuri, J diduga mengatakan, “Halo guys, saya dapat uang,” yang seolah menguatkan dugaan pencurian.
Setelah mendapatkan informasi keberadaan J di Waterfront, pemilik warung dan beberapa orang lain berhasil menemukan J di Puncak Waringin, jalan menuju Waterfront.
Namun, J membatah tuduhan itu, dan sempat berontak bahkan menggigit tangan A. Menurut AS, ia mencekik leher J karena ia mengancam akan membuka pakaian saat itu dan supaya tidak kabur.
Meski dituduh melakukan pencurian, AS dan A tidak membuat laporan kepada Polisi, berdalih karena merasa kasihan dengan J.
Warga Desak Polisi Usut Kasus
Tokoh Muda Labuan Bajo, Rofinus Edison Risal mengecam keras tindakan AS yang mengambil tindakan main hakim sendiri, apalagi terhadap seorang perempuan dan di tempat umum.
Ia menegaskan, semua persoalan mesti diselesaikan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
“Kalaupun dia (J) salah, dan melakukan pencurian. Tetapi tindakan main hakim sendiri sangat bertentangan dengan Undang-Undang. Ini sudah masuk kategori kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan” kata Ichal, sapaan akrabnya.
Ichal mendesak Polres Manggarai Barat untuk mengusut kasus ini karena sudah menjadi perhatian masyarakat Manggarai Barat.
“Polisi harus mengusut kasus ini, tanpa harus menunggu laporan. Karena bukti video awal sudah ada. Pertama apakah benar adik perempuan itu melakukan pencurian. Kedua, usut kasus kekerasan dan pelecehan” katanya.
Ichal menejelaskan, ketika terjadi kesalahan atau pelanggaran, naluri pertama kita memang sering menginginkan keadilan yang cepat dan tegas. Namun, mengambil peran sebagai “hakim” pribadi dapat menimbulkan konsekuensi yang lebih berat daripada pelanggaran awalnya.
Pertama, hukum ada untuk menjamin proses yang adil dan objektif. Dengan menyerahkan kasus kepada pihak berwenang, kita memastikan bahwa bukti‑bukti diteliti, saksi‑saksi didengar, dan keputusan diambil berdasarkan peraturan yang berlaku, bukan berdasarkan emosi sesaat.
Kedua, tindakan main hakim sendiri dapat memicu eskalasi konflik. Apa yang dimulai sebagai satu perselisihan kecil dapat berujung pada balas dendam, kekerasan, atau bahkan kriminalisasi lebih lanjut, yang pada akhirnya merugikan semua pihak, termasuk keluarga dan komunitas sekitar.
Ketiga, menegakkan keadilan secara pribadi dapat mengancam keamanan pribadi. Pelaku yang merasa terancam dapat melawan, dan kita sendiri berisiko menjadi korban berikutnya.
Oleh karena itu, cara yang paling bertanggung jawab adalah melaporkan kejadian kepada aparat yang berwenang, memberikan informasi yang akurat, dan mempercayakan proses hukum untuk berjalan. Dengan begitu, keadilan dapat tercapai secara bermartabat, tanpa menimbulkan kerusakan lebih lanjut.
“Jangan main hakim sendiri, apalagi memanfaatkan kesempatan untuk melakukan pelecehan. Biarkan hukum yang berbicara” tutupnya.













