ASTINDO Soroti Sejumlah Isu Pariwisata Labuan Bajo, Termasuk Kuliner Kampung Ujung

Medialabuanbajo.com,-  Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) menyoroti sejumlah isu krusial yang dapat menghambat citra Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super prioritas.

Masalah pengelolaan sampah, sumber daya manusia (SDM), hingga praktik ‘getok harga’ di kawasan kuliner Kampung Ujung menjadi catatan penting dalam Musyawarah Nasional (Munas) VI ASTINDO yang digelar di Golo Mori Convention Center (GMCC), Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada 28 Oktober 2025.

Munas VI ASTINDO dibuka secara resmi oleh Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, dan dihadiri oleh 100 pimpinan agen perjalanan dari 29 provinsi di Indonesia. Acara ini diharapkan dapat merumuskan solusi strategis sekaligus mempromosikan potensi pariwisata Labuan Bajo.

Ketua Umum DPP Astindo, Pauline Suharno, menyatakan bahwa keberlangsungan lingkungan menjadi isu vital bagi wisatawan internasional, terutama dari Eropa. Ia memperingatkan bahwa Labuan Bajo belum memiliki tempat pengelolaan sampah yang memadai.

“Ini menjadi salah satu isu karena teman-teman travel agent di Eropa sangat konsen terkait sustainability,” ujarnya.

Pauline khawatir isu ini dapat menjadi bumerang jika diketahui publik internasional, merujuk pada kasus tambang ilegal di Lombok yang membuat sebagian turis Eropa membatalkan kunjungan ke sana.

Menurut Pauline, pembangunan hotel dan fasilitas pendukung yang masif di Labuan Bajo harus diimbangi dengan solusi pengelolaan limbah.

“Hotel banyak dibangun tentunya harus ada fasilitas pendukung lainnya seperti restoran, cafe, spa, itu limbahnya mau buang ke mana kalau tempat pengelolaan sampahnya nggak ada,” katanya.

Senada dengan itu, Ketua Panitia Pelaksana Munas VI, Ignasius Suradin, menyoroti masalah tata kelola di tingkat lokal yang merusak citra pariwisata premium.

Ia mengungkap adanya praktik ‘getok harga’ atau tarif yang tidak wajar di kawasan kuliner Kampung Ujung.

“Tamu kami pernah jadi korban ‘getok harga’. Harga di sana kerap lebih mahal dibanding restoran yang lebih baik,” ungkapnya.

Selain itu, Suradin juga mengkritik pengelolaan sampah dan limbah yang buruk di area tersebut, yang membuatnya terlihat jorok.

Di sisi lain, Suradin menyebut penyelenggaraan Munas di Labuan Bajo, yang berhasil mengungguli kandidat lain seperti Yogyakarta dan Bali, merupakan momentum untuk memperkuat citra destinasi MICE pasca-kesuksesan KTT ASEAN.

Ia juga mendorong kolaborasi antara anggota ASTINDO dari luar daerah dengan pelaku usaha lokal.

“Jangan lagi menjadi pelaku di lapangan. Ini adalah bentuk kolaborasi dan transfer kepercayaan,” ujarnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *