Berita  

Soal Getok Harga, Pedagang Sebut Pengakuan Ketua DPP Astindo Tidak Sesuai Fakta

Medialabuanbajo.com,- Pedagang kuliner di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat,  berinisial Y dengan tegas membantah pengakuan Ketua DPP Asosiasi Travel Agen (Astindo), Pauline Suharno terkait getok harga. Menurutnya, pengakuan Pauline tidak sesuai dengan fakta.

“Apa yang disampaikan itu tidak benar, karena faktanya tidak seperti itu” kata Y, saat ditemui Medialabuanbajo, Kamis 30 Oktober 2025 malam.

Y menjelaskan, kejadian itu bermula saat salah seorang pria datangi tempat jualannya dan memesan makanan untuk rombongan sebanyak 18 orang, pada Minggu 26 Oktober 2025 sekitar pukul 18.00 Wita.

“Saat itu dia buka HP dan pesan Ikan, kepiting dan udang. Lalu saya tanya, mau pesan ikan apa pak? apakah ikan ekspor atau lokal. Soalnya beda harga. Begitu juga kepiting, mau yang di baskom atau akuarium. Setelah itu dia minta untuk difoto, katanya untuk dikirimkan ke rombongan yang mau makan” jelas Y.

Tak berselang lama, pria itu pesan ikan ekspor, kepiting yang di akuarium. Y memberitahukan harga kepiting di akuarium,  harganya Rp 350/kg, karena ukuran lebih besar.

Demikian juga harga ikan ekspor yang dipesan dipatok Rp300 ribu per kg. Sebab menurut Y,  ikan itu dibeli dengan harga Rp225 ribu sampai Rp250 ribu dari pengepul. Demikian juga lobster, membeli dengan harga Rp 700 ribu per kg.

“Dia bilang tidak apa-apa, ambil yang di akuarium, begitu juga ikan pilih ikan ekspor. Lalu saya ambil sesuai pesanannya, dan masak” katanya.

Saat Y sedang memasak pesanannya, rombongan tiba di lokasi.  Salah seorang perempuan dari rombongan itu minta pesan tambahan. Karena sebelumnya hanya untuk belasan orang, jadi 26 orang.

“Tambahannya 5 ekor kepiting, 5 ekor lobster, 3 ekor cumi yang besar, kerang darah, udang asam manis, ikan bakar, ikan kuah asam dan sayur” jelasnya.

Tak lama setelah itu, rombongan itu menambah pesanannya lagi, Y pun memasak pesanan tambahan mereka.

Selanjutnya, salah satu orang dari rombongan minta untuk rekap semua pesanan dan harganya. Saat Y tunjukan total harga, mereka kaget karena dinilai cukup mahal.

“Ada bapak-bapak juga komplain, katanya kamu itu sembarang saja kasih harga. Saya jelaskan ke mereka, bahwa sebelum pesanan ini kami kerjakan, kami sudah informasikan harga terlebih dahulu. Kami sudah timbang dan beritahukan harganya kepada yang pesan” katanya.

Mereka juga protes, kenapa ikan harganya mahal sampai Rp300 ribu. Y pun jelaskan kepada mereka bahwa harga ikan ekspor memang mahal, karena beli dari pengepul antara Rp225 ribu sampai Rp250 ribu.

Y menambahkan, kebetulan saat itu, ada salah seorang nelayan yang datang untuk menagih uang lobster. Y langsung minta tamu yang komplain untuk tanya harga ikan dan lobster dari nelayan. Nelayan membenarkan penjelasan Y.

Salah satu orang dari rombongan itu langsung memarahi nelayan karena harga ikan, kepiting dan lobster mahal. Namun, nelayan itu menjelaskan bahwa sesuai harga yang ditetapkan pengepul, karena mengikuti harga ekspor.

“Kau ini, banyak ikan di laut ini kau tinggal ambil saja, gratis. kenapa jual mahal-mahal?” kata Y menirukan ucapan salah satu orang dalam rombongan itu.

Beberapa orang dari rombongan itu kemudian mengancam untuk viralkan kejadian itu.

“Tapi saya bilang silahkan, karena saya punya bukti semuanya, ada cctv saat pesan ikan, kami ambil ikan di mana. Rincian notanya juga masih ada. Saat rombongan itu komplain, orang yang pesan pertama itu ada di situ, tetapi dia hanya diam” ujar dia.

Y juga menjelaskan, total seluruh pesanan mereka Rp15,8 juta, termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen. Tapi saat itu mereka minta diskon, sehingga total bayarnya Rp 14,3 juta.

“Tidak benar kalau mereka hanya bayar Rp11 juta, dan itu katanya setelah mereka protes dan hitung ulang. Seolah-olah saya berbohong. Bayar kurang dari Rp15,8 juta itu karena mereka minta diskon, bukan karena salah hitung” katanya sambil menunjukan bukti tranfer pembayaran yang dilakukan dua kali.

Terkait PPN yang hanya ditulis secara manual, Y menjelaskan bahwa semua pedagang kuliner di Kampung Ujung wajib bayar pajak.

“Mereka pertanyakan kenapa tidak pakai mesin, hanya manual. Kami pun pernah mempertanyakan itu kepada Dispenda (Badan Pendapatan Daerah) saat melakukan pertemuan” katanya

“Dinas terkait mengatakan bahwa mereka sementara berusaha untuk pengadaan mesin. Bukan kami yang tidak mau. Kami tidak mengada-ada, silahkan cek sendiri di Dispenda apakah kami bayar pajak atau tidak” tambah dia.

Soal keterlambatan pelayanan, ia menjelaskan bahwa makanan di tempat itu bukan siap saji, sehingga membutuhkan waktu untuk masak. Apalagi yang datang 26 orang, dan berapa kali pesan tambahan.

Ketua DPP Astindo Datang Makan Lagi di Tempat Y

Y juga mengungkapkan, pada Selasa 28 Oktober 2025, ada yang menghubunginya melalui pesan WhatsApp, pesan kepiting 1 ekor dan lopster 2 ekor.

“Terus dia tanya harga, lalu saya kasih tahu harganya. Setelah itu, dia kasih tahu kalau dia yang pesan makan itu hari. Waktu itu saya tidak tahu tamu yang mana, karena banyak pengujung di sini” jelasnya.

Lalu saat orang yang menghubunginya tiba di lokasi, ia pesan tambah lagi 1 kepiting dan 1 lobster.

“Ternyata orang yang WA saya itu Ibu Pauline (Ketua DPP Astindo, Pauline Suharno) yang memberikan stateman tentang saya. Pertanyaan saya, kalau memang makanan pada hari Minggu itu tidak enak, pelayanan tidak baik, adanya getok harga, kenapa hari Selasa dia datang lagi ke sini? Saat itu dia tidak komplain, waktu itu saya juga belum tahu ada berita tentang getok harga itu” katanya.

Selanjutnya, Pada Rabu 29 Oktober 2025 malam, Pauline kembali menghubungi Y dan pesan makanan. Tak lama setelah itu, Pauline datang dengan Grup Astindo, total ada 15 orang.

Ketika hendak membayar makanan, Y tanyakan kepada Pauline terkait berita yang sedang ramai soal getok harga.

“Lalu Ibu Paulin bilang, Aku itu loh, sebenarnya nggak beri stateman, cuma aku disuruh ketua Munas NTT untuk memberikan stateman tentang ini. Sory yang Ci yah. Lalu saya bilang, Iya Ibu ngak apa-apa. Terus dia bilang, makanannya enak, semoga usahanya lancar” jelas Y.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum DPP ASTINDO, Pauline Suharno, mengungkapkan adanya getok harga di kuliner Kampung Ujung.

Saat itu, sebanyak 20 orang rombongan yang makan. Mereka kaget total harga makanan Rp16 juta termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen.

Namun, pada akhirnya mereka hanya membayar Rp 11 juta setelah protes getok harga tersebut dan melakukan perhitungan ulang.

“Rp 16 juta berikut PPN, akhirnya karena kami minta dihitung ulang, ditimbang ulang, diturunkan sampai Rp 11 juta ya, itu kan preseden yang kurang baik,” ungkapnya.

Selain menyoroti getok harga, Pauline juga menyoroti tagihannya dalam nota yang ditulis tangan. Dia pun mempertanyakan apa benar PPN 10 persen itu disetorkan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat.

“Ditulis tangan seperti itu kan kami nggak tau PPN-nya lari ke mana. Kami taat pajak tapi kami mau membayar pajak ketika pajak itu memang disetorkan sebagaimana mestinya,” katanya.

Menurut dia, harga cukup tinggi itu seharusnya hanya untuk wisatawan mancanegara.

“Kami ini wisatawan lokal lho, jangan diperlakukan sama dengan wisatawan mancanegara,” ujarnya.

Beruntung, saat itu, para agen travel tidak ada yang membawa tamu.

“Kebetulan kami teman-teman travel agen, tapi kalau misalkan tamu yang datang di situ dikira travelnya getok, dikira travel agent ambil komisi, kasihan teman-teman (travel agent) lokal nantinya dianggapnya teman-teman lokal yang tidak profesional,” jelas Pauline.

Pauline juga menyoroti managemen restoran di kampung ujung yang dinilai buruk. Selain getok harga, pelayananya juga disorot. Hal itu menurutnya akan berdapak buruk, tamu tak lagi datang ke tempat itu.

“Kalau perorangan mungkin oke datang ke situ tapi kalau ketika kita kunjungan rombongan kemarin 30 orang ya itu mereka langsung kalang kabut. Makanannya keluarnya nggak beraturan, minuman gak keluar-keluar kurang lebih seperti itu,” ujar dia.

Menurut dia, pedagang di Pusat Kuliner Kampung Ujung perlu diberikan pelatihan manajemen restoran. Seperti cara dan alur pemesanan seperti apa, cara timbangan yang harus transparan, dan lainnya. Harga harus transparan, diketahui tamu sebelum makanan disajikan.

Menurut Pauline, mereka tidak diinformasikan harga makanan sebelum disajikan. Seharusnya diberi tahu harganya saat memilih ikan dan menu lainnya.

“Kami makan kemarin 20-an orang lebih hampir 30 orang itu disuruh bayar Rp 16 juta, Rp 14 juta tambah PPN 10 persen,” kata Pauline. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *